Penanganan
Penanganan pada fase laten dan fase aktif normal
1. Jangan lakukan augmentasi (akselerasi) dan terapi suportif, kecuali bila ada indikasi
2. Pada fase laten, jangan lakukan amniotomi, tetapi pada fase aktif, lakukan setia saat.
Penanganan persalinan antara garis waspada dan garis bertindak
1. Kemajuan persalinan bergeser ke kanan dari garis waspada
Kalau tidak ada fasilitas yang memadai untuk menangani penyulit kebidanan, maka ibu harus segera dirujuk ke rumah sakit, kecuali kalau ibu hampir melahirkan bayinya.
2. Jangan lakukan augmentasi dan terapi suportif kecuali ada indikasi
3. Amniotomi dilakuka pada saat pemeriksaan dalam
Penanganan persalinan pada garis atau di luar garis tindakan
1. Keputusan harus segera diambil untuk mengakhiri persalinan.
2. Evaluasi keadaan janin: denyut janung janin, keadaan air ketuban dan moulage kepala
3. Evaluasi keadaan ibu : nadi, tekanan darah, suhu, serta kandungan volume, protein, dan aseton dalam urin.
4. Berikan terapi suporti, berupa infus cairan, dan kosongkan kandung kemih. Kehamilan diakhiri dengan operasi Caesarea pada keadaan gawat janin, DKP, atau ada kontraindikasi dengan oksitosin.
5. Berikan oksitosin bila tidak ada kontraindikasi.
6. Penatalaksanaan konservatif hanya berupa terapi suportif
7. Selanjutnya observasilah kemajuan persalinan melalui pembukaan serviks 3 jam kemudian, lalu 2 jam terakhir (± 7 jam). Bila tidak terdapat kemajuan dari salah satu dari ke 3 pemeriksaan diatas persalinan harus segera diakhiri (biasanya dengan operasi Caesarea).
8. Bila dilakukan augmentasi persalinan, maka ketuban dipecahkan sebelum infus oksitosin dimulai.
Penanganan persalinan pada perpanjangan fase laten (> 8 jam)
1. Evaluasi keadaan medis secara utuh.
2. Bila belum dalam proses persalinan, maka partograf dibatalkan.
3. Terminasi persalinan dengan seksio Caesarea dilakukan pada gawat janin atau DKP.
4. Aminiotomi + ksitosin
5. Lakukan penilaia:
· Periksa dalam tiap 4 jam sampai 12 jam
· Kalau dalam 8 jam belum masuk fase aktif lakukan seksio Caesarea
· Bila fase aktif tercapai selama dalam 8 jam tetapi kecepatan pembukaan kurang dari 1 cm, maka terminasi persalinan dengan seksio Caesarea. (Mochtar, Rustam, 1998.Sinopsis Ilmu Obstetri jilid 1.Jakarta : Buku Kedokteran ECG)
TEMUAN – TEMUAN NORMAL DAN ABNORMAL DARI PARTOGRAF
Denyut Jantung Janin
Normal : 120 – 160 x/menit
Abnormal : < 120 x /menit atau > 160 x /menit
(curigai adanya gawat janin)
Penanganan :
1. Bila sedang dalam infus oksitosi, segera hentikan.
2. Ibu berbaring miring ke kiri.
3. Cari penyebab DJJ yang abnormal, misalnya ibu demam/efek obat tertentu. Bila penyebab diketahui, atasi permasalahannya.
4. Lakukan PD untuk mengetahui hal-hal berikut :
· Kemajuan persalinan
· Adakah kompresi tali pusat
· Air ketuban sedikt
5. Bila terdapat oligohidramnion akibat ketuban pecah maka kompresi tali pusat diatasi dengan amnio infuse
6. Bila DJJ tetap abnormal, segera akhiri persalinan dengan cara yang sesuai syarat tindakan SC
7. Pada kala II sebanyak 30-40% dapat terjadi bradikardi akibat kompresi, bila persalinan lancar tidak perlu tindakan.
Air Ketuban
Normal :
· U : selaput utuh
· J : selaput pecah, air ketuban jernih
Abnormal :
· M : Air ketuban bercampur mekonium
· D : Air ketuban bercampur darah
· K : Tidak ada cairan ketuban/kering
Penanganan :
1. Jangan biarkan bayi kedinginan, bersihkan mulut dan jalan nafas.
2. Lakukan resusitasi (respirasi artifisialis) dengan alat yang dimasukkan ke dalam mulut untuk mengalirkan O2 dengan tekanan 12 mmHg. Dapat juga dilakukan mounth to mounth respiration, heart massae (masase jantung) atau menekan dan melepaskan dada bayi. Pemberian O2 harus hati-hati, terutama pada bayi premature bisa menyebabkan lenticlar fibrosis oleh pemberian O2 dalam konsentrasi lebih dari 35% dan lebih dari 24 jam sehingga bayi menjadi tua.
3. Gejala perdarahan otak biasanya timbul pada beberapa hari post partum, jadi kepala dapat di rendahkan supaya lendir yang menyumbat pernafasan dapat keluar.
4. Pemberian coramine, lobelin, sekarang tidak dilakukan lagi.
5. Kalau ada dugaan perdarahan otak diberikan injeksi vitamin K 1-2 mg
6. Berikan tranfusi darah via tali pusat atau pemberian glukosa.
Perubahan Bentuk Kepala
Normal :
· 0 : Sutura terpisah
· 1 : Pertemuan 2 tulang tengkorak yang tepat/bersesuaian
· 2 : Sutura tumpang tindih tetapi dapat diperbaiki.
Abnormal :
3 : Sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki. Evaluasi kemajuan persalinan dan posisi/presentasi. Presentasi selain oksiput anterior dengan flexi sempurna digolongkan dalam malpersentasi.
Penurunan Kepala
Normal :
Bagian terbesar kepala sudah masuk panggul dengan adanya kontraksi kepala semakin turun hingga dasar panggul
Abnormal :
· Bagian terbesar kepala tidak masuk panggul.
· Dengan adanya kontraksi kepala tidak mengalami penurunan, kepala mengalami kemajuan yang kurang baik, pada persalinan dapat menyebabkan persalinan lama.
Penanganan :
Perubahan bentuk kepala dengan molase tingkat 3 dan kepala tidak turun walaupun ada his
Pembukaan Mulut Rahim/Servik
Normal :
· Kecepatan pembukaan servik paling sedikit 1 cm/jam selama persalinan
· Fase aktif berlangsung disebelah kiri garis waspada.
· Servik dipenuhi oleh bagian terbawah dari janin
Abnormal:
· Kecepatan pembukaan servik lebih lambat
· Fase aktif berlangsung disebelah garis waspada
Penanganan :
Fase aktif > 8 jam :
a. Bila tidak ada perubahan penipisan dan pembukaan servik serta tak didapatkan tanda gawat janin, kaji ulang diagnosisnya. Kemungkinan ibu belum dalam keadaan inpartu.
b. Bila didapatkan perubahan dalam penipisan dan pembukaan servik, lakukan drip oxsitosin dengan 5 unit dalam 500 cc dextrose/NaCl mulai dengan 8 tetes/menit, setiap 30 menit ditambah 4 tetes sampai his adekuat (max. 40 tetes/menit) atau diberikan preparat prostaglandin. Lakukan penilaianulang setiap 4 jam. Bila ibu tidak masuk fase aktif setelah dilakukan oxsitosin lakukan SC.
W a k t u
Normal :
· Fase aktif tidak boleh > 8 jam
· Persalinan tidak berangsung > 12 jam tanpa kelahiran bayi
Abnormal :
· Fase aktif > 8 jam
· Persalinan telah berlangsung > 12 jam tanpa kelahiran bayi
Penanganan :
Persalinan yang telah berlangsung > 12 jam :
a. Upaya mengedan ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi jumlah O2 ke plasenta, maka dari itu sebaiknya dianjurkan mengedan secara spontan. Mengedan dan menahan nafas yang terlalu lama tidak dianjurkan. Perhatikan DJJ. Bradikardi yang lama mungkin terjadi akibat lilitan tali pusat, dalam hal ini lakukan tindakan extraksi vacuum / forceps bila syarat terpenuhi.
b. Bila mal persentasi dan tanda obstruksi bisa di singkirkan berikan oxsitosin drip. Bila pemberian oxitosin drip tidak ada kemajuan dalam 1 jam lahirkan dengan bantuan vacum / forceps bila persyaratan dipenuhi lahirkan dengan SC bila persyaratan vacuum dan forceps tidak dipenuhi.
Kontraksi
Normal :
Kontraksi teratur yang progresif dan peningkatan frekuensi dan durasi.
Abnormal :
Kontraksi yang tidak teratur dan tidak sering setelah fase laten
Penanganan :
1. Kontraksi uterus tidak adekuat (inersia Uteri)
2. Bila kontraksi uterus tidak adekuat dan disproporsi/obstruksi bias disingkirkan, penyebab paling banyak partus lama adalah kontraksi uters yang tidak adekuat.
· Lakukan induksi dengan oxsitosin 5 IU dalam 500 cc Dextrose (NaCl) / prostaglandin.
· Evaluasi ulang dengan pemeriksaan vaginal setiap jam :
3. Bila garis tindakan dilewati (memotong) lakukan SC.
4. Bila ada kemajuan evaluasi setiap 2 jam.
Tekanan Darah
Normal :
· Sistolik : 110-140 mmHg
· Diastolik : 60-80 mmHg
Abnormal :
· Sistolik : < 110 atau >140 mmHg
· Diastolik : < 60 atau >90 mmHg
Urin
Normal : 300 -350 mmHg, tidak ada proteinuri dan aseton
Abnormal : Terdapat aseton dan proteinuri
Penanganan :
Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan diastolik diantara 90-110 mmHg.
Pasang infuse RL dengan jarum besar (16 gauge/>)
Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteiniru.
N a d i
Normal : 50 x / menit – 100 x / menit
Abnormal : Denyut nadi ibu meningkat, mungkin dalam keadaan dehidrasi.
Penanganan : Beri minum yang cukup, evaluasi kondisi patologis lain.
S u h u
Normal : 36 – 37,5 oC
Abnormal :
· 37,5 oC (infeksi)
· < 36 oC (dehidrasi)
Penanganan : Lakukan penanganan infeksi. (biechan.wordpress.com/kebidanan-patologis/)
Ø Bahu macet
1. Pengertian
Bahu macet adalah suatu keadaan diperlukan tambahan manuver obstetrik oleh karena dengan tarikan biasa kearah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi. Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah keala lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut. Insidensi distnsia bahu sebesar 0,2 – 0,3% dari seluruh persalinan vaginal presentasi kepala. Apbila distonsia bahu didefinisikan sebagai jarak waktu antara lahirnya kepala dengn lahirnya badan bayi lebih dari 60 detik, maka insidensinya menjadi 11%.
Pada mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka bahu memasuki panggul dalam posisi oblik. Bahu posterior memasuki panggul lebih dahulu sebelum bahu anterior. Ketika kepala melakukan putaran paksi luar, bahu posterior berada di cekungan tulang sakrum atau disekitar spina iskhiadika, dan memberikan ruang yang cukup bagi bahu anterior untuk memasuki anggul melalui belakang tulang pubis atau berotasi dari foramen obturator. Apabila bahu berada dalam psisi anter – posteriorketika hendak memasuki pintu atas panggul, maka bahu posterior dapattertahan promontorium dan bahu anterir tertahan tulang pubis. Dalam keadaan demikian kepala sudah dilahirkanakan idak dapat melakukan putar paksi luar, dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi antara bahu posterior dengan kepala (disebut dengan turtle sign). (Parwirohardjo, Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan edisi keempat. Jakarta : PT Bina Pustaka)
Distosia ialah kesulitan dalam jalannya persalinan atau dapat didefenisikan Distosia ialah persalinan atau abnormal yang timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan lima faktor persalinan, yaitu :
1. Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang efektif atau akibat upaya mengedan ibu (kekuatan power).
2. Perubahan struktur pelvis (jalan lahir / passage)
3. Sebab-sebab pada janin, meliputi kelainan presentasi atau kelainan posisi, bayi besar dan jumlah bayi (penumpang/passenger).
4. Posisi ibu selama persalinan dan melahirkan
5. Respons psikologi ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan pengalaman, budaya dan warisannya sistem pendukung. (http://bahankuliahkesehatan.com/)
2. Etiologi
Faktor-faktor penyebab dari Distosia bahu bermacam-macam antara lain : kehamilan postern, paritas wanita hamil dengan diabetes melitus dan hubungan antara ibu hamil yang makannya banyak bertambah besarnya janin masih diragukan.
Adapun penyebab lain dari Distosia bahu, yaitu :
1. Kehamilan postern
2. Wanita-wanita yang habitus indolen
3. Anak-anak berikutnya selalu lebih besar dari anak terdahulu
4. Orang tua yang besar
5. Eritroblastosis
Ø Diabeter Melitus (http://anaoryzasativa.kehamilan-gemeli.html.)
§ Diagnosis
Distosia bahu dapat dikenali karena adanya :
§ Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.
§ Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang.
§ Dagu tertarik dan menekan perineum.
§ Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan kranial simphsis pubis.
Begitu distosia bahu dikenali, maka prosdur tindakan untuk menlongnya harus segera dilakukan. (Parwirohardjo, Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan edisi keempat. Jakarta : PT Bina Pustaka)
§ Prognosis
Pada panggul normal janin dengan berat badan kurang dari 4500 gram pada umumnya tidak menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran dapat terjadi karena kepala yang besar atau kepala yang lebih keras (pada post maturitas) tidak dapat memasuki pintu atas panggul atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul.
Bahu yang lebar selain dijumpai pada janin besar juga dijumpai pada ansefalus. Apabila kepala anak sudah lahir tetapi kelahiran bagian-bagian lain macet karena lebarnya bahu, janin dapat meninggal akibat asfiksia. Menarik kepala kebawah terlalu kuat dalam pertolongan melahirkan bahu yang sulit dapat berakibat perlukaan pada nervus brokhialis & muskulus sternokleidomastoidelis. (http://anaoryzasativa.kehamilan-gemeli.html.)
§ Komplikasi
Komplikasi distonsia bahu pada janin adalah fruktur tulang (klavikula dan humerus) cidera pleksus brakhialis dan hipoksia yang dapat menyebabkan kerusakan permanen di otak. Dislokasi tulang servikalis yang fatal juga dapat terjadi akibat melakukan tarikan dan putaran pada kepala dan leher. Fraktur tulang pada umumnya dapat sembuh sempurna tanpa sekuele, apabila didiagnosis dan terapi dengan memadai. Cedera pleksus brakhialis dapat membaik dengan berjalannya waktu, tetapi sekuele dapat terjadi pada 50% kasus – kasus. Pada ibu, komplikasi yang dapat terjadi adalah perdarahan akibat laserasi jalan lahir, episiotomi, ataupun atonia uteri.
§ Faktor Resiko dan Pencegahannya
Belum ada cara untuk memastikan akan terjadinya distosia bahu pda suatu persalinan. Meskipun sebagian besar distosia bahu dapat ditolong tanpa morbiditas, tetapi apabila terjadi komplikasi dapta menimbulkan kekecewaan dan adanya potensi tuntutan terhadap penolong persalinan. Untuk mengurangi resiko morbiditas pada bayi dan mencegah terjadinya tututan, penolong persalinan perlu mengidentifikasi faktor resiko terjadinya distosia bahu dan mengkomunikasikan akibat yang dapat terjadi pada ibu serta keluarganya.
Bayi cukup bulan pada umumnya memilki ukuran bahu yang lebih lebar dari kepalanya, sehigga mempunyai resiko terjadi distosia bahu. Resiko akan meningkat dengan bertabahnya perbedaan antara ukuran badan dan bahu denganukuran kepalanya. Pada bayi makrosomia, perbedaan ukuran tersebut lebih besar dbanding bayi tapa makrosomia, sehingga bayi makrosomia lebih beresiko. Dengan demikian, kewaspadaan terjadinya distosia bahu diperlukan pada setiap pertolongan persalinan dan semakin penting bila terdapat faktor – faktor yang meningkatkan resiko makrosomia. Adanya DOPE (diabetes obesity, prolonged prenagnancy, excessive fetal size or maternal weight gain) akan meningkatkan resiko kejadian. Keadaan intrapartum yang banyak dilaporkan berhubungan dengan kejadian distosia bahu adalah kala I lama, partus macet, kala I lama, stimulasi oksitosin, dan persalinan vaginal degan tindakan. Meskipun demikian, peru disadari bahwa bahwa sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diprediksi dengan tepat sebelumnya. Upaya pencegahan distosia bahu dan cedera yang dapat ditimbulkannya dapat dilakuka dengan cara:
Ø Tawarkan untuk dilakukan bedah sesr pada persalinan vagnal beresiko tinggi: janin luar biasa besar (> 5 kg), janin sangat besar (> 4,5 kg) dengan ibu diabetes, janin besar (> 4kg) dengan riwayat distosi bahu pada persalinan sebelumnya, kala II yang memanjang dengan janin besar.
Ø Identifikasi dan obati diabetes ada ibu.
Ø Selalu siap bila sewaktu – waktu terjadi
Ø Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan resiko cidera pada janin
Ø Perhatkan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia bahu diketahui. Bantuan diperlukan untuk membuat posisi McRoberts, pertolongan persalian, resutisasi bayi dan tindakan anastesia (bila perlu).
§ Penanganan
Diperlukan seorang asisten untuk membantu, bersegeralah minta bantuan. Jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan bahwa bahu posterior sudah masuk ke panggul. Bahu posterior yang belum melewati pintu atas panggul akan semakin sulit dilahirkan bila dilakukan tarikan pada kepala. Untuk mengendorkan ketegangan yang menyulitkan bahu posterior masuk panggul tersebut, dapat dilakukan episiotomi yang luas, posisi McRobert, atau posisi dada-lutut. Dorongan pada fundus juga tidak diperkenankan karena semakin menyulitkan bahu untuk dilahirkan dan beresiko menimbulkan ruptura uteri. Disamping perlunya asisten dan pemahaman yag baik tentang mekanisme persalinan, keberhasilan pertolongan persalinan dengan distosia bahu juga ditentukan oleh waktu. Setelah kepala lahir akan terjadi penurunan pH arteria umbilikalis dengan laju 0,004 unit/menit. Dengan demikian, pada bayi yang sebelumnya tidak mengalami hipoksia tersdia waktu antara 4 - 5 menit untuk melakukan manuver melahirkan bahu sebelum terjadi cedera hipoksik pada otak.
1. Jangan lakukan augmentasi (akselerasi) dan terapi suportif, kecuali bila ada indikasi
2. Pada fase laten, jangan lakukan amniotomi, tetapi pada fase aktif, lakukan setia saat.
Penanganan persalinan antara garis waspada dan garis bertindak
1. Kemajuan persalinan bergeser ke kanan dari garis waspada
Kalau tidak ada fasilitas yang memadai untuk menangani penyulit kebidanan, maka ibu harus segera dirujuk ke rumah sakit, kecuali kalau ibu hampir melahirkan bayinya.
2. Jangan lakukan augmentasi dan terapi suportif kecuali ada indikasi
3. Amniotomi dilakuka pada saat pemeriksaan dalam
Penanganan persalinan pada garis atau di luar garis tindakan
1. Keputusan harus segera diambil untuk mengakhiri persalinan.
2. Evaluasi keadaan janin: denyut janung janin, keadaan air ketuban dan moulage kepala
3. Evaluasi keadaan ibu : nadi, tekanan darah, suhu, serta kandungan volume, protein, dan aseton dalam urin.
4. Berikan terapi suporti, berupa infus cairan, dan kosongkan kandung kemih. Kehamilan diakhiri dengan operasi Caesarea pada keadaan gawat janin, DKP, atau ada kontraindikasi dengan oksitosin.
5. Berikan oksitosin bila tidak ada kontraindikasi.
6. Penatalaksanaan konservatif hanya berupa terapi suportif
7. Selanjutnya observasilah kemajuan persalinan melalui pembukaan serviks 3 jam kemudian, lalu 2 jam terakhir (± 7 jam). Bila tidak terdapat kemajuan dari salah satu dari ke 3 pemeriksaan diatas persalinan harus segera diakhiri (biasanya dengan operasi Caesarea).
8. Bila dilakukan augmentasi persalinan, maka ketuban dipecahkan sebelum infus oksitosin dimulai.
Penanganan persalinan pada perpanjangan fase laten (> 8 jam)
1. Evaluasi keadaan medis secara utuh.
2. Bila belum dalam proses persalinan, maka partograf dibatalkan.
3. Terminasi persalinan dengan seksio Caesarea dilakukan pada gawat janin atau DKP.
4. Aminiotomi + ksitosin
5. Lakukan penilaia:
· Periksa dalam tiap 4 jam sampai 12 jam
· Kalau dalam 8 jam belum masuk fase aktif lakukan seksio Caesarea
· Bila fase aktif tercapai selama dalam 8 jam tetapi kecepatan pembukaan kurang dari 1 cm, maka terminasi persalinan dengan seksio Caesarea. (Mochtar, Rustam, 1998.Sinopsis Ilmu Obstetri jilid 1.Jakarta : Buku Kedokteran ECG)
TEMUAN – TEMUAN NORMAL DAN ABNORMAL DARI PARTOGRAF
Denyut Jantung Janin
Normal : 120 – 160 x/menit
Abnormal : < 120 x /menit atau > 160 x /menit
(curigai adanya gawat janin)
Penanganan :
1. Bila sedang dalam infus oksitosi, segera hentikan.
2. Ibu berbaring miring ke kiri.
3. Cari penyebab DJJ yang abnormal, misalnya ibu demam/efek obat tertentu. Bila penyebab diketahui, atasi permasalahannya.
4. Lakukan PD untuk mengetahui hal-hal berikut :
· Kemajuan persalinan
· Adakah kompresi tali pusat
· Air ketuban sedikt
5. Bila terdapat oligohidramnion akibat ketuban pecah maka kompresi tali pusat diatasi dengan amnio infuse
6. Bila DJJ tetap abnormal, segera akhiri persalinan dengan cara yang sesuai syarat tindakan SC
7. Pada kala II sebanyak 30-40% dapat terjadi bradikardi akibat kompresi, bila persalinan lancar tidak perlu tindakan.
Air Ketuban
Normal :
· U : selaput utuh
· J : selaput pecah, air ketuban jernih
Abnormal :
· M : Air ketuban bercampur mekonium
· D : Air ketuban bercampur darah
· K : Tidak ada cairan ketuban/kering
Penanganan :
1. Jangan biarkan bayi kedinginan, bersihkan mulut dan jalan nafas.
2. Lakukan resusitasi (respirasi artifisialis) dengan alat yang dimasukkan ke dalam mulut untuk mengalirkan O2 dengan tekanan 12 mmHg. Dapat juga dilakukan mounth to mounth respiration, heart massae (masase jantung) atau menekan dan melepaskan dada bayi. Pemberian O2 harus hati-hati, terutama pada bayi premature bisa menyebabkan lenticlar fibrosis oleh pemberian O2 dalam konsentrasi lebih dari 35% dan lebih dari 24 jam sehingga bayi menjadi tua.
3. Gejala perdarahan otak biasanya timbul pada beberapa hari post partum, jadi kepala dapat di rendahkan supaya lendir yang menyumbat pernafasan dapat keluar.
4. Pemberian coramine, lobelin, sekarang tidak dilakukan lagi.
5. Kalau ada dugaan perdarahan otak diberikan injeksi vitamin K 1-2 mg
6. Berikan tranfusi darah via tali pusat atau pemberian glukosa.
Perubahan Bentuk Kepala
Normal :
· 0 : Sutura terpisah
· 1 : Pertemuan 2 tulang tengkorak yang tepat/bersesuaian
· 2 : Sutura tumpang tindih tetapi dapat diperbaiki.
Abnormal :
3 : Sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki. Evaluasi kemajuan persalinan dan posisi/presentasi. Presentasi selain oksiput anterior dengan flexi sempurna digolongkan dalam malpersentasi.
Penurunan Kepala
Normal :
Bagian terbesar kepala sudah masuk panggul dengan adanya kontraksi kepala semakin turun hingga dasar panggul
Abnormal :
· Bagian terbesar kepala tidak masuk panggul.
· Dengan adanya kontraksi kepala tidak mengalami penurunan, kepala mengalami kemajuan yang kurang baik, pada persalinan dapat menyebabkan persalinan lama.
Penanganan :
Perubahan bentuk kepala dengan molase tingkat 3 dan kepala tidak turun walaupun ada his
Pembukaan Mulut Rahim/Servik
Normal :
· Kecepatan pembukaan servik paling sedikit 1 cm/jam selama persalinan
· Fase aktif berlangsung disebelah kiri garis waspada.
· Servik dipenuhi oleh bagian terbawah dari janin
Abnormal:
· Kecepatan pembukaan servik lebih lambat
· Fase aktif berlangsung disebelah garis waspada
Penanganan :
Fase aktif > 8 jam :
a. Bila tidak ada perubahan penipisan dan pembukaan servik serta tak didapatkan tanda gawat janin, kaji ulang diagnosisnya. Kemungkinan ibu belum dalam keadaan inpartu.
b. Bila didapatkan perubahan dalam penipisan dan pembukaan servik, lakukan drip oxsitosin dengan 5 unit dalam 500 cc dextrose/NaCl mulai dengan 8 tetes/menit, setiap 30 menit ditambah 4 tetes sampai his adekuat (max. 40 tetes/menit) atau diberikan preparat prostaglandin. Lakukan penilaianulang setiap 4 jam. Bila ibu tidak masuk fase aktif setelah dilakukan oxsitosin lakukan SC.
W a k t u
Normal :
· Fase aktif tidak boleh > 8 jam
· Persalinan tidak berangsung > 12 jam tanpa kelahiran bayi
Abnormal :
· Fase aktif > 8 jam
· Persalinan telah berlangsung > 12 jam tanpa kelahiran bayi
Penanganan :
Persalinan yang telah berlangsung > 12 jam :
a. Upaya mengedan ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi jumlah O2 ke plasenta, maka dari itu sebaiknya dianjurkan mengedan secara spontan. Mengedan dan menahan nafas yang terlalu lama tidak dianjurkan. Perhatikan DJJ. Bradikardi yang lama mungkin terjadi akibat lilitan tali pusat, dalam hal ini lakukan tindakan extraksi vacuum / forceps bila syarat terpenuhi.
b. Bila mal persentasi dan tanda obstruksi bisa di singkirkan berikan oxsitosin drip. Bila pemberian oxitosin drip tidak ada kemajuan dalam 1 jam lahirkan dengan bantuan vacum / forceps bila persyaratan dipenuhi lahirkan dengan SC bila persyaratan vacuum dan forceps tidak dipenuhi.
Kontraksi
Normal :
Kontraksi teratur yang progresif dan peningkatan frekuensi dan durasi.
Abnormal :
Kontraksi yang tidak teratur dan tidak sering setelah fase laten
Penanganan :
1. Kontraksi uterus tidak adekuat (inersia Uteri)
2. Bila kontraksi uterus tidak adekuat dan disproporsi/obstruksi bias disingkirkan, penyebab paling banyak partus lama adalah kontraksi uters yang tidak adekuat.
· Lakukan induksi dengan oxsitosin 5 IU dalam 500 cc Dextrose (NaCl) / prostaglandin.
· Evaluasi ulang dengan pemeriksaan vaginal setiap jam :
3. Bila garis tindakan dilewati (memotong) lakukan SC.
4. Bila ada kemajuan evaluasi setiap 2 jam.
Tekanan Darah
Normal :
· Sistolik : 110-140 mmHg
· Diastolik : 60-80 mmHg
Abnormal :
· Sistolik : < 110 atau >140 mmHg
· Diastolik : < 60 atau >90 mmHg
Urin
Normal : 300 -350 mmHg, tidak ada proteinuri dan aseton
Abnormal : Terdapat aseton dan proteinuri
Penanganan :
Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan diastolik diantara 90-110 mmHg.
Pasang infuse RL dengan jarum besar (16 gauge/>)
Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteiniru.
N a d i
Normal : 50 x / menit – 100 x / menit
Abnormal : Denyut nadi ibu meningkat, mungkin dalam keadaan dehidrasi.
Penanganan : Beri minum yang cukup, evaluasi kondisi patologis lain.
S u h u
Normal : 36 – 37,5 oC
Abnormal :
· 37,5 oC (infeksi)
· < 36 oC (dehidrasi)
Penanganan : Lakukan penanganan infeksi. (biechan.wordpress.com/kebidanan-patologis/)
Ø Bahu macet
1. Pengertian
Bahu macet adalah suatu keadaan diperlukan tambahan manuver obstetrik oleh karena dengan tarikan biasa kearah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi. Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah keala lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut. Insidensi distnsia bahu sebesar 0,2 – 0,3% dari seluruh persalinan vaginal presentasi kepala. Apbila distonsia bahu didefinisikan sebagai jarak waktu antara lahirnya kepala dengn lahirnya badan bayi lebih dari 60 detik, maka insidensinya menjadi 11%.
Pada mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka bahu memasuki panggul dalam posisi oblik. Bahu posterior memasuki panggul lebih dahulu sebelum bahu anterior. Ketika kepala melakukan putaran paksi luar, bahu posterior berada di cekungan tulang sakrum atau disekitar spina iskhiadika, dan memberikan ruang yang cukup bagi bahu anterior untuk memasuki anggul melalui belakang tulang pubis atau berotasi dari foramen obturator. Apabila bahu berada dalam psisi anter – posteriorketika hendak memasuki pintu atas panggul, maka bahu posterior dapattertahan promontorium dan bahu anterir tertahan tulang pubis. Dalam keadaan demikian kepala sudah dilahirkanakan idak dapat melakukan putar paksi luar, dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi antara bahu posterior dengan kepala (disebut dengan turtle sign). (Parwirohardjo, Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan edisi keempat. Jakarta : PT Bina Pustaka)
Distosia ialah kesulitan dalam jalannya persalinan atau dapat didefenisikan Distosia ialah persalinan atau abnormal yang timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan lima faktor persalinan, yaitu :
1. Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang efektif atau akibat upaya mengedan ibu (kekuatan power).
2. Perubahan struktur pelvis (jalan lahir / passage)
3. Sebab-sebab pada janin, meliputi kelainan presentasi atau kelainan posisi, bayi besar dan jumlah bayi (penumpang/passenger).
4. Posisi ibu selama persalinan dan melahirkan
5. Respons psikologi ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan pengalaman, budaya dan warisannya sistem pendukung. (http://bahankuliahkesehatan.com/)
2. Etiologi
Faktor-faktor penyebab dari Distosia bahu bermacam-macam antara lain : kehamilan postern, paritas wanita hamil dengan diabetes melitus dan hubungan antara ibu hamil yang makannya banyak bertambah besarnya janin masih diragukan.
Adapun penyebab lain dari Distosia bahu, yaitu :
1. Kehamilan postern
2. Wanita-wanita yang habitus indolen
3. Anak-anak berikutnya selalu lebih besar dari anak terdahulu
4. Orang tua yang besar
5. Eritroblastosis
Ø Diabeter Melitus (http://anaoryzasativa.kehamilan-gemeli.html.)
§ Diagnosis
Distosia bahu dapat dikenali karena adanya :
§ Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.
§ Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang.
§ Dagu tertarik dan menekan perineum.
§ Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan kranial simphsis pubis.
Begitu distosia bahu dikenali, maka prosdur tindakan untuk menlongnya harus segera dilakukan. (Parwirohardjo, Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan edisi keempat. Jakarta : PT Bina Pustaka)
§ Prognosis
Pada panggul normal janin dengan berat badan kurang dari 4500 gram pada umumnya tidak menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran dapat terjadi karena kepala yang besar atau kepala yang lebih keras (pada post maturitas) tidak dapat memasuki pintu atas panggul atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul.
Bahu yang lebar selain dijumpai pada janin besar juga dijumpai pada ansefalus. Apabila kepala anak sudah lahir tetapi kelahiran bagian-bagian lain macet karena lebarnya bahu, janin dapat meninggal akibat asfiksia. Menarik kepala kebawah terlalu kuat dalam pertolongan melahirkan bahu yang sulit dapat berakibat perlukaan pada nervus brokhialis & muskulus sternokleidomastoidelis. (http://anaoryzasativa.kehamilan-gemeli.html.)
§ Komplikasi
Komplikasi distonsia bahu pada janin adalah fruktur tulang (klavikula dan humerus) cidera pleksus brakhialis dan hipoksia yang dapat menyebabkan kerusakan permanen di otak. Dislokasi tulang servikalis yang fatal juga dapat terjadi akibat melakukan tarikan dan putaran pada kepala dan leher. Fraktur tulang pada umumnya dapat sembuh sempurna tanpa sekuele, apabila didiagnosis dan terapi dengan memadai. Cedera pleksus brakhialis dapat membaik dengan berjalannya waktu, tetapi sekuele dapat terjadi pada 50% kasus – kasus. Pada ibu, komplikasi yang dapat terjadi adalah perdarahan akibat laserasi jalan lahir, episiotomi, ataupun atonia uteri.
§ Faktor Resiko dan Pencegahannya
Belum ada cara untuk memastikan akan terjadinya distosia bahu pda suatu persalinan. Meskipun sebagian besar distosia bahu dapat ditolong tanpa morbiditas, tetapi apabila terjadi komplikasi dapta menimbulkan kekecewaan dan adanya potensi tuntutan terhadap penolong persalinan. Untuk mengurangi resiko morbiditas pada bayi dan mencegah terjadinya tututan, penolong persalinan perlu mengidentifikasi faktor resiko terjadinya distosia bahu dan mengkomunikasikan akibat yang dapat terjadi pada ibu serta keluarganya.
Bayi cukup bulan pada umumnya memilki ukuran bahu yang lebih lebar dari kepalanya, sehigga mempunyai resiko terjadi distosia bahu. Resiko akan meningkat dengan bertabahnya perbedaan antara ukuran badan dan bahu denganukuran kepalanya. Pada bayi makrosomia, perbedaan ukuran tersebut lebih besar dbanding bayi tapa makrosomia, sehingga bayi makrosomia lebih beresiko. Dengan demikian, kewaspadaan terjadinya distosia bahu diperlukan pada setiap pertolongan persalinan dan semakin penting bila terdapat faktor – faktor yang meningkatkan resiko makrosomia. Adanya DOPE (diabetes obesity, prolonged prenagnancy, excessive fetal size or maternal weight gain) akan meningkatkan resiko kejadian. Keadaan intrapartum yang banyak dilaporkan berhubungan dengan kejadian distosia bahu adalah kala I lama, partus macet, kala I lama, stimulasi oksitosin, dan persalinan vaginal degan tindakan. Meskipun demikian, peru disadari bahwa bahwa sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diprediksi dengan tepat sebelumnya. Upaya pencegahan distosia bahu dan cedera yang dapat ditimbulkannya dapat dilakuka dengan cara:
Ø Tawarkan untuk dilakukan bedah sesr pada persalinan vagnal beresiko tinggi: janin luar biasa besar (> 5 kg), janin sangat besar (> 4,5 kg) dengan ibu diabetes, janin besar (> 4kg) dengan riwayat distosi bahu pada persalinan sebelumnya, kala II yang memanjang dengan janin besar.
Ø Identifikasi dan obati diabetes ada ibu.
Ø Selalu siap bila sewaktu – waktu terjadi
Ø Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan resiko cidera pada janin
Ø Perhatkan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia bahu diketahui. Bantuan diperlukan untuk membuat posisi McRoberts, pertolongan persalian, resutisasi bayi dan tindakan anastesia (bila perlu).
§ Penanganan
Diperlukan seorang asisten untuk membantu, bersegeralah minta bantuan. Jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan bahwa bahu posterior sudah masuk ke panggul. Bahu posterior yang belum melewati pintu atas panggul akan semakin sulit dilahirkan bila dilakukan tarikan pada kepala. Untuk mengendorkan ketegangan yang menyulitkan bahu posterior masuk panggul tersebut, dapat dilakukan episiotomi yang luas, posisi McRobert, atau posisi dada-lutut. Dorongan pada fundus juga tidak diperkenankan karena semakin menyulitkan bahu untuk dilahirkan dan beresiko menimbulkan ruptura uteri. Disamping perlunya asisten dan pemahaman yag baik tentang mekanisme persalinan, keberhasilan pertolongan persalinan dengan distosia bahu juga ditentukan oleh waktu. Setelah kepala lahir akan terjadi penurunan pH arteria umbilikalis dengan laju 0,004 unit/menit. Dengan demikian, pada bayi yang sebelumnya tidak mengalami hipoksia tersdia waktu antara 4 - 5 menit untuk melakukan manuver melahirkan bahu sebelum terjadi cedera hipoksik pada otak.